WELCOME TO LIFE' S

Mengenal, memahami, mengetahui dan mempelajari segala hal yang berhubungan dengan kehidupan

Privat Teacher

Bagi yang butuh bantuan olah data SPSS (Statistical Product and Service Solutions), dapat hubungi saya :
Muhammad Yusuf
Contact person : 085266535583
E- mail : yusuf_4th@yahoo.com

Translate

Selasa, 30 September 2014

Tarif PPh Pasal 17

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:

    Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
    Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
    di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
    di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
    di atas Rp 500.000.000,- 30%
  2. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).

Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2013

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012.
Dengan berlakunya peraturan PTKP ini maka mulai tahun 2013, masyarakat Indonesia yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp. 24,3 juta tidak akan dikenakan pajak.
Berikut adalah Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru :
1. Untuk Diri Wajib Pajak Orang Peribadi = Rp. 24. 300.000,-
2. Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin = Rp. 2.025.000,-
3. Tambahan untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami = Rp.24.300.000,-
4. Tambahan untuk anggota keluarga (max. 3 orang) = @ Rp. 2.025.000,-
Atau, Jumlah PTKP terbaru berdasarkan Status Perkawinan adalah sebagai berikut :
* TK/0 = Rp. 24.300.000,-
* K/0 = Rp. 26.325.000,-
* K/1 = Rp. 28.350.000,-
* K/2 = Rp. 30.375.000,-
* K/3 = Rp.32.400.000,-

Sabtu, 27 September 2014

Apa itu Akuntan?

Dinamika bisnis telah melesat begitu cepat dan melewati tapal batas antar negara.  Implikasi dari kehidupan bisnis yang semakin maju dan transfer modal global menuntut terciptanya tatanan ekonomi yang sehat dan fair . Dengan begitu proses pertumbuhan menjadi semakin berkualitas, optimal, dan bisa dipertanggungjawabkan secara sosial.
 
Akuntan memiliki peran besar untuk meningkatkan transparansi dan kualitas informasi keuangan demi terwujudnya perekonomian nasional yang sehat dan efisien. Tidak ada proses akumulasi dan distribusi sumberdaya ekonomi yang tidak memerlukan campur tangan profesi Akuntan. Akuntan berperan disemua sektor: publik, privat, dan nirlaba. Profesi Akuntan menyebar di dalam dan di luar instansi pemerintah.  

Disektor publik, Akuntan dapat mendorong pengelolaan keuangan negara agar berjalan semakin tertib, jelas, transparan, dan semakin akuntabel. Di sektor swasta, Akuntan menyiapkan laporan keuangan yang terpercaya dan dapat diandalkan.
Keberadaan para akuntan merupakan ruang besar bagi profesi ini untuk memberi warna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam menjaga kepentingan publik. Pemerintah pusat dan daerah, kementerian lembaga, perseroan terbatas, BUMN, BUMD, UKM dan koperasi, yayasan, ormas, serta partai politik, membutuhkan jasa akuntan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban sumber daya mereka. 
Eksistensi akuntan penting dan strategis untuk membangun culture birokrasi dan bisnis yang kuat, visioner, memegang teguh nilai-nilai etika, dan fokus terhadap nilai tambah bagi perekonomian nasional.

Ruang Lingkup SAK ETAP

Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP, maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelola usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Namun, entitas yang mempunyai tanggung jawab publik signifikan dapat juga menggunakan SAK ETAP apabila diizinkan oleh regulator. Contohnya Bank Perkreditan Rakyat yang telah diizinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE No. 11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009.  
Apabila perusahaan memakai SAK ETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.